Advan tak mau terus-terusan bergantung pada keran impor untuk menghadirkan tablet dan smartphone murah. Perusahaan lokal ini berharap sudah bisa memproduksi secara mandiri produknya di 2016 mendatang.
Tjandra Lianto, Marketing Director Advan, mengungkapkan pihaknya sejak 2010 lalu telah memiliki pabrik seluas 3.000 m2 di kawasan Candi, Semarang. Pabrik itu nantinya bisa diandalkan untuk lini produksi keseluruhan, tak cuma sekadar assembly atau perakitan saja.
Investasi senilai Rp 1 triliun telah digelontorkan saat awal-awal bangun pabrik. Seiring berjalannya waktu, investasi ini terus ditambah. Di tahun 2014 ini saja rencananya akan digelontorkan Rp 100 miliar untuk pengembangan pabrik dan beli mesin untuk lini produksi ponsel.
Sementara untuk transfer alih teknologinya, Advan katanya masih harus mendatangkan tenaga ahli dari Shenzhen, China, agar bisa memproduksi sendiri lini produk tablet dan ponselnya. Biayanya diestimasi Rp 500 miliar untuk tahun ini saja.
Langkah mandiri ini juga diharap bisa menekan biaya produksi secara keseluruhan yang diproyeksi bisa turun sekitar 15% hingga 20%. Selain itu, dari sisi pengadaan juga jadi lebih cepat dibandingkan waktu yang dihabiskan untuk impor barang sekitar 6-8 minggu.
"Mulanya kami bikin pabrik ini untuk layar LCD, komputer, all-in-one PC, dan notebook. Sekarang sudah mulai untuk tablet dan smartphone, tapi baru perakitan saja. Rencananya memang kami siapkan agar bisa sepenuhnya mandiri di 2016 nanti," paparnya di Jakarta.
Di pabriknya saat ini, Advan sejauh ini telah memproduksi 30 ribu unit komputer setiap bulannya. Sedangkan untuk smartphone dan tablet, masing-masing 25 ribu unit atau total 50 ribu unit per bulan yang bisa dirakit.
Tjandra Lianto, Marketing Director Advan, mengungkapkan pihaknya sejak 2010 lalu telah memiliki pabrik seluas 3.000 m2 di kawasan Candi, Semarang. Pabrik itu nantinya bisa diandalkan untuk lini produksi keseluruhan, tak cuma sekadar assembly atau perakitan saja.
Investasi senilai Rp 1 triliun telah digelontorkan saat awal-awal bangun pabrik. Seiring berjalannya waktu, investasi ini terus ditambah. Di tahun 2014 ini saja rencananya akan digelontorkan Rp 100 miliar untuk pengembangan pabrik dan beli mesin untuk lini produksi ponsel.
Sementara untuk transfer alih teknologinya, Advan katanya masih harus mendatangkan tenaga ahli dari Shenzhen, China, agar bisa memproduksi sendiri lini produk tablet dan ponselnya. Biayanya diestimasi Rp 500 miliar untuk tahun ini saja.
Langkah mandiri ini juga diharap bisa menekan biaya produksi secara keseluruhan yang diproyeksi bisa turun sekitar 15% hingga 20%. Selain itu, dari sisi pengadaan juga jadi lebih cepat dibandingkan waktu yang dihabiskan untuk impor barang sekitar 6-8 minggu.
"Mulanya kami bikin pabrik ini untuk layar LCD, komputer, all-in-one PC, dan notebook. Sekarang sudah mulai untuk tablet dan smartphone, tapi baru perakitan saja. Rencananya memang kami siapkan agar bisa sepenuhnya mandiri di 2016 nanti," paparnya di Jakarta.
Di pabriknya saat ini, Advan sejauh ini telah memproduksi 30 ribu unit komputer setiap bulannya. Sedangkan untuk smartphone dan tablet, masing-masing 25 ribu unit atau total 50 ribu unit per bulan yang bisa dirakit.
Angka itu diakui Tjandra masih belum cukup untuk memasok kebutuhan. Apalagi targetnya ada 5 juta unit tablet yang akan dijual hingga akhir 2014 nanti dari 40 tipe produk. Itu artinya, minimal ada 400-500 ribu unit yang diperlukan untuk pengadaan ponsel maupun tablet.
"Saat ini kami baru bisa assembly saja. Tingkat kandungan lokalnya atau TKDN baru 10% seperti kardus dan casing. Sisanya masih impor karena ada 6 ribu komponen lebih dalam satu device. Kalau di Indonesia sudah ada yang bisa menyediakan komponen bagus, tentu kami maunya pakai lokal supaya bisa penuhi TKDN sampai 40% di 2016 nanti," jelasnya.
Upaya Advan ini rasanya patut diapresiasi. Meskipun cuma merek lokal, namun ambisinya untuk merajai pasar di negeri sendiri cukup gigih. Tak tanggung-tanggung, Advan mengalokasikan dana Rp 25 miliar per bulan atau Rp 300 miliar dalam setahun hanya untuk membesarkan brand saja.
"Tentu kami ingin jadi raja di negeri sendiri. Itu sebabnya semua kami lokalisasi. Mulai dari segmen pelanggan yang kita bagi sesuai segmennya, hingga manufaktur yang mandiri. Kami juga ingin membuktikan kalau kami tidak kalah kelas dengan teman kita yang ada di Korea sana (Samsung dkk)," pungkas Tjandra.
"Saat ini kami baru bisa assembly saja. Tingkat kandungan lokalnya atau TKDN baru 10% seperti kardus dan casing. Sisanya masih impor karena ada 6 ribu komponen lebih dalam satu device. Kalau di Indonesia sudah ada yang bisa menyediakan komponen bagus, tentu kami maunya pakai lokal supaya bisa penuhi TKDN sampai 40% di 2016 nanti," jelasnya.
Upaya Advan ini rasanya patut diapresiasi. Meskipun cuma merek lokal, namun ambisinya untuk merajai pasar di negeri sendiri cukup gigih. Tak tanggung-tanggung, Advan mengalokasikan dana Rp 25 miliar per bulan atau Rp 300 miliar dalam setahun hanya untuk membesarkan brand saja.
"Tentu kami ingin jadi raja di negeri sendiri. Itu sebabnya semua kami lokalisasi. Mulai dari segmen pelanggan yang kita bagi sesuai segmennya, hingga manufaktur yang mandiri. Kami juga ingin membuktikan kalau kami tidak kalah kelas dengan teman kita yang ada di Korea sana (Samsung dkk)," pungkas Tjandra.
05.48 |
Category:
tugas bahsa indonesia 2
|
0
komentar
Comments (0)