Animasi Indonesia telah berkembang sesuai dengan kebutuhan penggunanya. Kebutuhan animasi untuk kepentingan kebutuhan iklan sudah cukup terpenuhi. Demikian juga kebutuhan animasi untuk kebutuhan trik dalam film live juga sudah terpenuhi. Bahkan untuk kebutuhan film live mancanegara pun trik melalui animasinya dilakukan oleh animator Indonesia. Film animasi asing, termasuk yang sedang beredar di Indonesia, juga dibuat oleh animator Indonesia. Beberapa animator Indonesia bekerja untuk membuat film animasi negara lain. Usaha animasi yang terkemas dalam bentuk industri, masih sangat sedikit.
 Ada beberapa yang mengemas usahanya dalam bentuk industri tetapi belum banyak yang memproduksi film (serial maupun layar lebar) untuk kepentingan film animasi dalam negeri. Usaha terbanyak adalah mendudukkan animatornya sebagai tenaga outsourcing untuk membuat film animasi luar negeri. Bila perhitungan kebutuhan film (serial) animasi di Indonesia didasarkan pada jumlah stasiun televisi nasional dan lokal dikalikan dengan frekuensi penayangan film (serial) animasi setiap minggunya, akan menghasilkan angka yang mengejutkan. Sayangnya hampir seluruh angkanya dipenuhi oleh film (serial) animasi asing.
Bagi animator Indonesia, kesalahan kondisi ini dilemparkan kepada ketiadaan dukungan para pemangku kepentingan pada film animasi nasional, dan murahnya harga beli film (serial) animasi oleh sebuah stasiun televisi. Murahnya harga beli film animasi sangat jauh dari mimpi animator Indonesia yang menginginkan keuntungan dengan sekali jual karyanya ke satu stasiun televisi. Keterampilan membuat animasi diperlukan juga untuk membuat game, baik game on lineyang biasanya berjenjang dan berkesinambungan yang sering membuat kecanduan pemainnya tetapi mendatangkan uang yang banyak bagi penciptanya, maupun arcade (game pendek dan instan). Usaha kreatif lainnya yang lahir dari animasi adalah show di antara komunitas tertentu yang menampilkan karakter animasi lengkap dengan kostum dalam film animasi (cost-play).
Penjualan hasil merchandising karakter film (serial) animasi juga merupakan usaha kreatif yang patut diperhitungkan. Animasi memiliki long tail market yang bila diupayakan secara profesional akan menghasilkan.

HAMBATAN dan AKAR PERMASALAHAN

Kondisi belum terstrukturnya industri animasi di Indonesia, produk animasi diselesaikan oleh satu kelompok animator serabutan yang berarti semua bisa dan bisa semua. Kondisi ini melupakan prinsip kerja pembuatan film: Film adalah karya kolektif dan masing-masing personalmembidangi dan bertanggung jawab sesuai profesinya.
Kondisi belum terstrukturnya industri animasi di Indonesia juga berakibat pada daya tahan hidup kelompok ‘industri’ animasi. Profesi animator disandang hanya beberapa lama ketika mengerjakan ‘project’ dan sesudahnya berprofesi sebagai pedagang, pramuniaga dan profesi lain, sambil menunggu pangilan bekerja bila ada project dari pemerintah atau donasi swasta.
Kondisi ini dikaitkan dengan besarnya biaya produksi mengakibatkan daya dukung finansial animator menurun, bahkan sedikit sekali animator yang mampu membangun animasi sebagai industri. Kondisi ini diperparah karena belum adanya investor yang bergerak di bidang industri animasi, serta kalangan perbankan yang belum percaya pada industri animasi mengingat banyak perbankan yang belum dapat melihat prospek ke depan industri animasi yang mampu menggerakkan kelompok industri lain.
Kemandirian produksi yang belum terjadi pada film animasi Indonesia, menjadikan profesi animator ‘belum dipercaya’ sebagai media berekspresi sekaligus sebagai profesi. Animator menjadi pekerjaan masa senggang. Banyak animator yang lebih suka bekerja sendiri sehingga tidak terjadi resiko kesalahan karena orang lain. Artinya banyak animator yang berlaku sebagai aktor (animator adalah aktor yang mewakilkan dirinya melalui karya animasi yang dibuatnya), sekaligus penulis cerita, penulis skrip, sutradara, editor, kalau perlu pengisi musik, dialog, dan sederet pekerjaan kreatif lainnya. Dalam konteks ini, animator lebih senang membuat karya animasi pendek dalam rangka lomba animasi, atau membuat filler.
Perkembangan teknologi juga sangat mendukung bahwa seseorang mampu membuat segalanya seorang diri. Akibat dari hal ini adalah sistem produksi yang harus dibangun, tidak terjadi, bahkan setiap animator mendudukkan animator lainnya sebagai pesaing.
Pekerjaan animasi yang sarat dengan muatan budaya sekaligus menuntut dikuasainya teknologi produksi menggunakan hardware dan software ‘canggih’ seringkali menarik pendulum profesi animator pada salah satu sisi. Ketika pendulum berpihak pada sisi otak kanan, perilaku animator ‘susah diatur’ dan melupakan target produksi, sementara ketika pendulum berpihak pada sisi sebaliknya teknologi menjadi segalanya, bahkan melupakan prinsip bahwa teknologi hanya peralatan untuk memudahkan produksi. Keberadaan pendulum sebagaimana digambarkan, keduanya cenderung membawa kerugian manakala tidak diatur seimbang. Keduanya sering melupakan pendekatan pembuatan film yang harus bercerita dengan visual yang harus terjaga prinsip sinematografinya sehingga imaji penonton dengan imaji sutradara menjadi sama, setidaknya hampir sama.
Berdasarkan pengalaman, banyak kasus penonton film (live maupun animasi) kecewa karena lebih indah imaji yang dia ciptakan sendiri pada saat membaca novelnya. Persaingan harga jual dengan film animasi asing belum disadari oleh sebagian terbesar animator Indonesia, bahwa penjualan hak tayang pada berbagai televisi di berbagai negara mampu menekan harga jual pada suatu stasiun televisi tertentu. Mahalnya software asli untuk animasi, memaksa animator menggunakan software illegal.

Akar Permasalahannya adalah:
1. Soal packaging, pemasaran, dan distribusi. Tidak dapat menjual/mendapatkan     penghasilan dari hasil jualan filmnya ke media elektronik.
2. Soal Soft kompetensi (team work, bahasa, dll).
3. Soal creative engine, supaya mau berkarya.

Perkembangan teknologi akhir-akhir ini sangat berkembang pesat. Mulai dari berkrmbang nya teknologi informasi seperti smartphone, internet, mobile, hingga teknologi dalam bidang pendidikan.

perkembangan Teknologi Informasi dan Teknologi Komunikasi yang sangat pesat ini, mau tidak mau, siap ataupun tidak siap, akan semakin deras mengalirkan informasi dengan segala dampak positif dan negatifnya ke masyarakat Indonesia. Perkembangan TI dan TK memperlihatkan bermunculannya berbagai jenis kegiatan yang berbasis pada teknologi ini, termasuk dalam dunia pendidikan. Seperti penggunaan e-learning, e-library, e-education, e-mail, e-laboratory, dan lainnya.

Perkembangan teknologi informasi dapat di aplikasikan dalam bidang pendidikan dengan:
  1. Berkembang nya pendidikan terbuka dengan modus belajar jarak jauh (Distance Learning).
  2. Sharing resource bersama antar lembaga pendidikan / latihan dalam sebuah jaringan.
  3. Penggunaan perangkat teknologi informasi interaktif, seperti CD-ROM Multimedia, dalam pendidikan secara bertahap menggantikan TV dan Video.
Perpustakaan elektronik (e-library) merupakan salah satu revolusi teknologi informasi yang  tidak hanya mengubah konsep pendidikan di kelas tetapi juga membuka dunia baru bagi perpustakaan. Perpustakaan yang biasanya merupakan arsip buku-buku dengan dibantu teknologi informasi dan internet dapat dengan mudah mengubah konsep perpustakaan yang pasif menjadi lebih agresif dalam berinteraksi dengan penggunanya. Dengan banyaknya perpustakaan tersambung ke internet, sumber ilmu pengetahuan yang biasanya terbatas ada di perpustakaan menjadi tidak terbatas.
Dengan berkembangnya teknologi informasi dalam dunia pendidikan, diharapkan kedepannya akan mampu merubah indonesia kembali menjadi bangsa  besar yang disegani oleh bangsa lain karena kemampuannya.

SUMBER :
www.google.com
www.detik.com 

Comments (1)

On 29 Agustus 2016 pukul 21.42 , beritaunik8889 mengatakan...

Segera daftarkan diri anda dan bermainlah di Agen Poker, Domino, Ceme dan Blackjack Nomor Satu di Indonesia SALAMPOKER(COM)
Jadilah jutawan hanya dengan modal 10.000 rupiah sekarang juga !